Kamis, 29 Maret 2012

Hukum Dagang (KUHD)

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
B. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)
b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.
C. KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG
1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain : pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.
2. Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :
a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)
b. Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.
c. Penggunaan surat-surat niaga
D. SEJARAH HUKUM DAGANG
Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.
Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

F. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
G. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya
H. BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
1. Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :
A. Perusahaan Swasta Nasional
B. Perusahaan Swasta Asing
C. Perusahaan Patungan / campuran
2. Perusahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk ;
A. Perusahaan Jawatan
B. Perusahaan Umum
C. Perusahaan Perseroan
a. Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
b. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsipprinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
Manfaat Koperasi di Bidang Ekonomi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi di bidang ekonomi.
a) Meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.
b) Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.
c) Menumbuhkan motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.
d) Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.
e) Melatih masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan untuk hidup hemat.
c. PT
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri darisaham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utangperusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.

Hukum Perjanjian

Pengertian Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Macam – Macam Perjanjian
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Syarat sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halaL
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

Senin, 26 Maret 2012

Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Asuransi (Paper)

Pengertian Hukum Perbankan


Secara terminologi “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence yaitusuatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yangmemberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangkubangku di halaman pasar.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum inimerupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undanganyurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalahperbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harusdipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggungjawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak bolehdilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan duniaperbankan tersebut.
Prinsip Kepercayaan ( fiduciary relation
principle )
2). Prinsip Kehatihatian ( prudential principle )
3). Prinsip Kerahasiaan ( secrecy principle)
4). Prinsip Mengenal Nasabah ( know how costumer principle )




Jasa-jasa Perbankan


Jasa-jasa bank merupakan kegiatan perbankan yang dilakukan oleh suatu bank untuk memperlancar kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana. Semakin lengkap jasa bank yang diberikan maka akan semakin baik dengan demikian akan menarik nasabah. Hal tersebut karena nasabah merasa nyaman melakukan kegiatan keuangan dari satu bank saja.

Bank melaksanakan jasa ini tidak hanya untuk menarik perhatian nasabah semata-mata, namun juga untuk mencari keuntunagn yang disebut dengan fee based.
Keuntungan yang diperoleh dari jasa bank antara lain :
1. biaya adminstrasi (adm kredit )
2. biaya kirim (biaya transfer)
3. biaya tagih (biaya kliring)
4. biaya provisi dan komisi (jasa kredit/transfer)
5. biaya sewa (sewa safe deposit box)
6. biaya iuran (biaya kartu kredit)
7. biaya lain-lain.

Macam-macam  Jasa Perbankan
Kiriman Uang (Transfer)
Transfer merupakan jasa pengiriman uang lewat bank baik dalam kota, luar kota atau pun ke luar negeri. Sarana yang digunakan dalam jasa transfer ini tergantung kemauan nasabah, dan hal tersebut akan mempengaruhi kecepatan pengiriman dan besar kecilnya biaya pengiriman.
Kliring (Clearing)
Kriling merupakan jasa penyelesaian hutang piutang antar bank dengan cara saling
menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring. Lembaga ini dibentuk dan dikoordinir oleh Bank Indonesia setiap hari kerja, dan peserta kliring merupakan bank yang sudah mendapat ijin dari BI.

Sumber-sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya. Seorang ahli perbankan cenderung akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan. Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui akan asal-usul hukum. Sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan. Jadi, ketentuan hukum dan perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.

Asas dan Prinsip Perbankan
Pasal 2 UU No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Untuk mempertegas makna asas demokrasi ekonomi ini penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945. Demokrasi ekonomi ini tersimpul dlam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluragaan. Menurut Rochmat Soemitro ( 1991 : 185 ) pembangunan di bidang ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi menentukan masyarakat harus memegang peran aktif dalam kegiatan pembangunan, memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.

Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan ( fiduciary relation principle ), prinsip kehati-hatian (prudential principle ), prinsip kerahasiaan ( secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah ( know how costumer principle )
    Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No 10 Tahun 1998.
    Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998.
Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.





Contoh Kasus Aspek Hukum Perbankan

Di beberapa media adanya wanita cantik dan seksi melakukan pembobolan uang nasabah Citibank senilai Rp.17 milliar. Wanita cantik itu berinisial MD (47 tahun) pegawai Citibank Indonesia. Walaupun kasus pembobolan uang nasabah Citibank ini belum diumumkan secara detil modus operandinya oleh kepolisian, namun beberapa media mengabarkan bahwa yang bersangkutan memanipulasi data kemudian memindahkan rekening nasabah ke rekeningnya sendiri. Untuk melancarkan kejahatannya MD dibantu bawahannya yang berinisial D seorang teller di Citibank juga. Pada pokokya pembobolan uang nasabah tersebut dilakukan oleh pegawai bank sendiri.
Kasus pembobolan bank di Indonesia bukanlah kasus baru. Sejak 2002 lalu sejumlah kasus pembobolan bank terus terungkap. Sebelumnya, kasus pembobolan bank yang menghebohkan terjadi pada Bank BNI pada tahun 2003. Kasus itu melibatkan orang dalam bank tersebut yang membuat LC fiktif. Sejauh ini kasus pembobolan BNI adalah yang terbesar yaitu merugikan negara hingga Rp1,7 triliun. Kasus pembobolan bank kembali terungkap pada awal 2009 yang dimulai dengan kasus pembobolan BII senilai Rp15 miliar juga diikuti dengan kasus pembobolan Bank Mandiri, Bank Mega hingga Bank BCA yang merugikan miliaran rupiah. Sementara, Kasus yang terjadi di awal tahun ini terjadi pada Bank Mandiri yang dibobol sebesar Rp18,7 miliar juga Bank Danamon senilai Rp3 miliar. Sedangkan Kasus terakhir yang menghebohkan adalah pembobolan dana nasabah di Citibank yang melibatkan MD seorang karyawan citibank senilai Rp17 miliar. Terakhir kasus pembobolan bank nyaris dilakukan oleh Manager Bank BNI, namun aksi tersebut berhasil digagalkan.
Bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan, maka sudah seharusnya kasus pembobolan uang nasabah bank tidak boleh dibiarkan terus terjadi, apalagi pembobolan uang nasabah dilakukan oleh orang dalam atau pegawai bank sendiri, jika kita tidak ingin kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi berkurang. Dari aspek hukum bagaimana agar kasus-kasus tersebut tidak terulang lagi atau paling tidak dapat diminimalisir.



Pengertian Hukum Asuransi

Hukum asuransi tidak seterkenal hukum pidana ataupun hukum perdata. Tetapi fungsi yang dimiliki oleh hukum asuransi, tidak berbeda jauh dengan jenis hukum yang ada, yaitu menjaga dan mengatur kelancaran sebuah proses.
Asuransi selalu berkaitan dengan penggantian yang sifatnya finansial, dan itu cenderung lebih sensitif. Akibatnya, perlindungan sangat diperlukan.



Landasan Hukum Asuransi

1. UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
2. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
3. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
4. KMK No. 426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
5. KMK No. 425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi
6. KMK No. 423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian



Unsur-Unsur Dalam Sebuah Perjanjian Asuransi / Hukum Asuransi

1. Subjek Hukum
2. Substansi Hukum
3. Objek Pertanggungan
4. Adanya peristiwa tidak tenu yang mungkin terjadi

Sebuah asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal



Hukum Asuransi - Premi dan Polis

Hukum asuransi dikenal kata premi dan polis. Dua hal tersebut, menjadi istilah yang penting bagi mereka yang biasa menghadapi urusan asuransi.
Hukum asuransi premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.



Prinsip Dasar Asuransi

1. Insurable Interest: hak pertanggungan dari hubungan keuangan
2. Utmost Good Faith: sesuatu yang dipertanggungkan
3. Proximate Cause: kejadian yang menyebabkan kerugian
4. Indemnity: kompensasi finansial
5. Subrogation: hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung
6. Contribution: gotong royong



Manfaat Asuransi

1. Jaminan perlindungan atas resiko kerugian tidak terduga
2. Efisiensi dalam pengamanan dan pengawasan terhadap suatu barang / objek
3. Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi resiko yang tidak terduga
4. Berdampak pada pemerataan biaya yang jumlahnya tertentu
5. Asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memiliki kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis
6. Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar



Contoh Kasus Aspek Hukum Asuransi

Banyak perusahaan Asuransi Kendaraan salah satu perusahaan yang terkenal adalah Adira Autocillin. Justru karena banyak nya perusahaan sekelas Adira Insurance ini banyak pihak yang tak bertanggung jawab mulai melakuan penipuan asuransi. Mari kita bahas tentang penipuan yang terkadang Asuransi Autocillin menjadi korbannya.

Penipuan asuransi atau insurance fraud merupakan suatu tindakan melanggar hukum dan pihak Asuransi Adira sering mendapatkan kasus seperti ini. Pelanggaran terhadap kepentingan perusahaan asuransi salah satunya adalah Asuransi Kendaraan, dengan tujuan mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah dari penutupan suatu resiko. Penipuan asuransi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu hard fraud (penipuan berat) seperti memalsukan kejadian kecelakaan atau sengaja menciptakan kejadian yang dilakukan secara terencana seperti merusak mobil dengan sengaja agar pihak dariAsuransi Autocillin bisa menggantinya, dan soft fraud (penipuan ringan) seperti melebihkan nilai klaim. Seperti misalnya mobil hanya lecet sedikit tapi klien klaim ke pihak Adira Autocillin sangatt besar. Kenyataan bahwa masih lemahnya sangsi hukum membuat penipuan asuransi semakin meningkat baik kualitas dan kuantitasnya.



Daftar Pustaka:

Jumat, 23 Maret 2012

Hukum Perikatan


Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang.
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian.
Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
  1. Asas kebebasan kontrak
Asas kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2. Asas konsensualisme
Asas konsesualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsesualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk menbuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Wansprestasi
Sementara itu, wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat-Akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi), pembatalan perjanjian atau pemeccahan perjanjian, dan peralihan resiko.
  1. Jenis-jenis resiko
Jenis-jenis resiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni :
-          Resiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam pasal 1237 KUH Perdata, yakni resiko ditanggung oleh kreditur.
-          Resiko dalam perjanjian timbal balik yakni resiko dalam jual beli, resiko dalam tukar-menukar, dan resiko dalam sewa menyewa.
2. Membayar biaya perkara
Yang dimaksud dengan membayar biaya perkara adalah para pihak yang dikalahkan dalam berperkara diwajibkan untuk membayar biaya perkara, jika dalam berperkara sampai diijukan ke pengadilan (diperkarakan di depan hakim).
Hapusnya perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata. Ada sepuluh cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
  1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
  3. Pembaharuan utang.
  4. Perjumpaan utang atau kompensasi.
  5. Percampuran utang.
  6. Pembebasan utang.
  7. Musnahnya barang yang terutang.
  8. Batal/pembatalan.
  9. Berlakunya suatu syarat batal.
  10. Lewat waktu.
Memorandum of Understanding (MoU)
Pada hakikatnya Memorandum of Understanding (MoU) merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail. Oleh karena itu, dalam Memorandum of Understanding (MoU) hanya berisikan hal-hal yang pokok saja.
  1. Ciri-ciri Memorandum of Understanding (MoU) adalah sebagai berikut :
-          Isinya ringkas, sering kali hanya satu halaman saja.
-          Berisikan hal-hal yang pokok saja.
-          Hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci.
-          Mempunyai jangka waktu berlakunya (1 bulan, 6 bulan atau setahun) apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindak lanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci, maka perjanjian tersebut akan batal, kecuali diperpanjang oleh para pihak.
-          Dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan.
-          Tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk melakukan suatu perjanjian yang lebih detail.
2. Alasan-alasan dibuatnya Memorandum of Understanding (MoU) adalah sebagai berikut :
-          Karena prospek bisnisnya belum jelas sehingga belum bisa dipastikan.
-          Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negoisasi yang alot.
-          Karena tiap-tiap pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan perlu waktu dalam menandatangani suatu kontrak.
-          Memorandum of Understanding (MoU) dibuat dan ditanda tangani oleh para eksekutif dari suatu perusahaan maka perlu suatu perjanjian yang lebih rinci yang dirancang dan dinegoisasi khusus oleh staf-staf yang berkaitan.
3. Tujuan Memorandum of Understanding (MoU)
Didalam suatu perjanjian yang didahulukan dengan membuat Memorandum of Understanding (MoU) dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehingga agar Memorandum of Understanding (MoU) dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) akan berakibat bertentangan dengan hukum perjanjian/perikatan, karena dalam Memorandum of Understanding (MoU) belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak, yang berarti belum mengikut.